Senin, 13 Agustus 2012

PEGADAIAN


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat perlu dana maupun modal. Misalnya untuk membuka suatu lapangan usaha tidak hanya dibutuhkan bakat dan kemauan keras untuk berusaha, tetapi juga diperlukan adanya modal dalam bentuk uang tunai. Hal itulah yang menjadi potensi perlu adanya lembaga perkreditan yang menyediakan dana pinjaman. Untuk mendapatkan modal usaha melalui kridit masyarakat membutuhkan adanya sarana dan prasarana. Maka pemerintah memberikan sarana berupa lembaga perbankkan dan lembaga non perbankkan.
Salah satu lembaga non perbankan yang menyediakan kredit adalah Pegadaian. Pegadaian merupakan sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia yang usaha intinya adalah bidang jasa penyaluran kredit kepada masyarakat atas dasar hukum gadai. Lembaga pegadaian menawarkan peminjaman dengan system gadai. Jadi masyarakat tidak perlu takut kehilangan barang-barangnya. Lembaga pegadaian memiliki kemudahan antara lain prosedur dan syarat-syarat administrasi yang mudah dan sederhana, dimana nasabah cukup memberikan keterangan-keterangan singkat tentang identitasnya dan tujuan penggunaan kredit, waktu yang relatif singkat dana pinjaman sudah cair dan bunga relatif rendah. Hal ini sesuai dengan motto dari pegadaian itu sendiri, yaitu : ”Mengatasi MasalahTanpa Masalah”.
Masalah jaminan utang berkaitan dengan gadai yang timbul dari sebuah perjanjian utang-piutang, yang mana barang jaminan tersebut merupakan perjanjian tambahan guna menjamin dilunasinya kewajiban debitur pada waktu yang telah ditentukan dan disepakati
sebelumnya diantara kreditur dan debitur.
Adanya perjanjian gadai tersebut, maka diperlukan juga adanya barang sebagai jaminan. Jaminan yang digunakan dalam gadai yaitu seluruh barang bergerak, yang terdiri dari:
1.      Benda bergerak berwujud, yaitu benda yang dapat dipindahpindahkan.
Misalnya : televisi, emas, dvd, dan lain-lain.
2.      benda bergerak yang tidak berwujud.
Misalnya : surat-suratberharga seperti saham, obligasi, wesel, cek, aksep, dan promes.

Sebagai suatu bentuk jaminan yang diberikan atas benda bergerak yang mensyaratkan pengeluaran benda gadai dari tangan pemilik benda yang digadaikan tersebut.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang dari pemikiran diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan untuk menjadi pedoman dalam pembahasan makalah ini. Adapun perumusan permasalahan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud gadai dan unsur-unsurnya?
2. Apa yang menjadi subjek dan objek gadai?
3. Apa saja yang menjadi hak-hak dan kewajiban pemegang gadai?
4. Bagaimana prosedur dan syarat-syarat pemberian dan pelunasan pinjaman gadai, hapusnya gadai dan pelelangan barang gadai?






















BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Gadai
Berbicara masalah gadai tentu ada hubungannya dengan jaminan, maka itu sebelum kita membahas apa itu gadai maka perlu kita ketahui dulu apa itu Jaminan, sehingga memudahkan kita untuk membahas gadai lebih lanjut sebagai bentuk jaminan.
Jaminan dalam konteks Ilmu Hukum adalah suatu kebendaan maupun orang/ penanggungan/ borgtoch yang diberikan oleh debitur/pihak III untuk menjadi penanggung pelunasan perikatan/hutang debitur.
Jaminan kebendaan menurut pasal 1131 KUHPerdata adalah segala kebendaan milik orang yang berhutang, baik bergerak maupun tidak bergerak yang sudah ada maupun yang akan ada menjadi tanggungan segala perikatan yang dibuatnya.
Jaminan orang/penanggungan (Borgtoch) adalah suatu perjanjian dimana pihak ketiga mengikatkan diri kepada kreditur menjadi penanggung pelunasan/perikatan/hutang debitur apabila yang bersangkutan wanprestasi.
Jaminan dalam Hukum Perbankan adalah keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan calon debitur untuk melunasi kewajibannya (pasal 8 UU Perbankan). Dari uraiyan diatas dapat disimpulkan gadai ada karena akibat perikatan utang-piutang sebagai bentuk penanggungan pelunasan utang debitur terhadap piutang kreditur.
Istilah gadai berasal dari terjemahan dari kata “pand” (bahasa Belanda) atau “pledge” atau “pawn” (bahasa Inggris). Definisi dari Gadai tercantum dalam  Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Menurut pasal 1150 KUHPerdata, gadai adalah :
Suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seseorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.”
           
            Pengertian gadai yang tercantum pada pasal 1150 KUHPerdataini sangat luas, tidak hanya mengatur tentang pembebanan jaminan atas barang bergerak, tetapi juga mengatur tentang kewenangan kreditur untuk mengambil pelunasannya dan mengatur eksekusi barang gadai, apabila debitur lalai dalam melaksanakan kewajibannya.
Dalam defenisi ini, gadai dikonstruksikan sebagai perjanjian accesoir (tambahan), sedangkan perjanjian pokoknya adalah perjanjian pinjam meminjam uang dengan jaminan benda bergerak. Apabila debitur lalai dalam melaksanakan kewajibannya, barang yang telah dijaminkan oleh debitur kepada kreditur dapat dilakukan pelelangan untuk melunasi hutang debitur.
Dari definisi gadai tersebut, unsur-unsur gadai (secara umum) berdasarkan pasal tersebut di atas adalah sebagai berikut:
1. Adanya subjek gadai, yaitu kreditur (penerima gadai) dan debitur (pemberi gadai);
2. Adanya objek gadi, yaitu barang bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud;
3. Adanya kewenangan kreditur.
Dalam suatu perjanjian hutang piutang, debitur sebagai pihak yang berutang meminjam uang atau barang dari kreditur sebagai pihak yang berpiutang. Agar kreditur memperoleh rasa aman dan terjamin terhadap uang atau barang yang dipinjamkan, kreditur mensyaratkan sebuah agunan atau jaminan atas uang atau barang yang dipinjamkan.
Agunan ini diantaranya bisa berupa gadai atas barang-barang bergerak yang dimiliki oleh debitur ataupun milik pihak ketiga. Debitur sebagai pemberi gadai menyerahkan barang-barang yang digadaikan tersebut kepada kreditur atau penerima gadai. Disamping menyerahkan kepada
kreditur, barang yang digadaikan ini dapat diserahkan kepada pihak ketiga asalkan terdapat persetujuan kedua belah pihak.
            Keberadaan lembaga pegadaian telah makin penting dan strategis dalam menunjang pembangunan ekonomi nasional, khususnya bagi masyarakat golonagn menengah ke bawah. Sifat dari lembaga pegadaian ini adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasar atas prinsip pengelolaan perusahaan.
            Sejalan dengan sifatnya tersebut, tujan pokok dari lembaga pegadaian adalah:
v  Tujuan melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran uang pinjaman atasa dasar hukum gadai.
v  Pencegahan praktik ijon, pegadaian gelap, riba, dan pinjaman tidak wajar lainnya.
B. Subjek Hak Gadai
            Subjek gadai terdiri ats dua pihak yaitu pemberi gadai (pandgever) dan penerima gadai (pandnemer). Pemberi gadai (Pandgever), yaitu orang atau badan hukum yang memberikan jaminan dalam bentuk benda bergerak selaku gadai keada penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan kepadanya atau pihak ke tiga. Penerima gadai (Pandnemer), yaitu orang atau badan hukum yang menerima gadai sebagai jaminan untuk pinjaman uang yang diberikannya kepada pemberi gadai (Pandgever).
Seperti halnya perbuatan perbuatan hukum yang lain, pemberi dan penerima gadai hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum, akan tetapi, bagi pemberi gadai ada syarat lagi yaitu ia harus berhak mengasingkan (menjual, menukar, menghibahkan dan lain-lain) benda yang digadaikan. Pasal 1152 ayat (4) KUHPerdata menentukan bahwa kalu kemudian ternyata pemberi gadai tidak berhak untuk mengasingkan benda itu, gadai tidak bisa dibatalkan, asal saja penerima gadai betul-betul mengira bahwa pemberi gadai adalah berhak memberi gadai itu. Kalau penerima gadai mengetahui atau seharusnya dapat menyangka bahwa pemberi gadai tidak berhak memberi gadai, penerima gadai tidak mendapat perlindungan hukum dan hak gadai harus dibatalkan.
Sifat usaha dari perusahaan pegadaian ini adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Maksud dan tujuan perusahaan pegadaiaan ini adalah:
1.      turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama golongan ekonomi lemah ke bawah melalui penyediaan dana atas dasar hukum gadai dan jasa di bidang keuangan lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya;
2.      menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktik riba dan pinjaman tidak wajar lainnya (Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) pegadaian).

C. Obyek Hak Gadai
Dilihat dari definisi gadai sendiri, yang menjadi objek dari hak gadai adalah benda bergerak. Benda bergerak ini dibagi yang dimaksudkan meliputi benda bergerak yang berwujud (lichamelijke zaken) dan benda bergerak yang tidak berwujud (onlichamelijke zaken) berupa hak untuk mendapatkan pembayaran uang yang berwujud surat-surat berharga. Surat-surat berharga ini dapat berupa :
1. Atas bawa (aan toonder), yang memungkinkan pembayaran uang kepada siapa saja yang membawa surat-surat itu seperti saham dan obligasi, cara mengadakan gadai itu ialah dengan cara menyerahkan begitu saja surat-surat berharga tersebut kepada kreditur pemegang gadai.
2. Atas perintah (aan order), yang memungkinkan pembayaran uang kepada orang yang disebut dalam surat seperti wesel, cek, aksep, promes, cara mengadakan gadai masih diperlukan penyebutan dalam surat berharga tersebut bahwa haknya dialihkan kepada pemegang gadai (endossement menurut pasal 1152 bis KUHPerd). Disamping endossement, surat-surat berharga tersebut harus diserahkan kepada pemegang gadai.
3. Atas nama (op naam), yang memungkinkan pembayaran uang kepada orang yang namanya disebut dalam surat itu, maka cara mengadakan gadai menurut pasal 1153 KUHPerd adalah bahwa hal menggadaikan ini harus diberitahukan kepada orang yang berwajib membayar uang. Dan orang yang wajib membayar ini dapat menuntut supaya ada bukti tertulis dari pemberitahuan dan izin pemberi gadai.
Benda bergerak berwujud adalah benda yang dapat dipindahkan atau berpindah. Yang termasuk dalam benda bergerak berwujud, seperti emas, arloji, sepeda motor dan lain-lain.

D. Hak dan Kewajiban Antara Pemberi Gadai dan Penerima Gadai
            Sejak terjadinya perjanjian gadai antara pemberi gadai dengan penerima gadai, maka sejak itulah timbul hak dan kewajiban setiap pihak. Di dalam Pasal 1155 KUHPerdata telah diatur tentang hak dan kewajiban kedua belah pihak.
            Hak pemberi gadai:
1.      menerima uang gadai dari penerima gadai;
2.      berhak atas barang gadai, apabila hutang pokok, bunga, dan biaya lain telah dilunasinya;
3.      berhak menuntut kepada pengadilan supaya barang gadai dijual untuk melunasi hutang-hutangnya (Pasal 1156 KUHPerdata).
Kewajiban pemberi gadai:
1.      menyerahkan barang gadai kepada penerima gadai;
2.      membayar pokok sewa modal kepada penerima gadai;
3.      membayar biaya yang dikeluarkan oleh penerima gadai untuk meyelamatkan barang-barang gadai (Pasal 1157 KUHPerdata).
Hak penerima gadai:
1.      menerima angsuran pokok pinjaman dan bunga sesuai dengan waktu yang ditentukan;
2.      menjual barang gadai, jika pemberi gadai tidak memenuhi kewajibannya setelah lampau waktu atau setelah dilakukan peringatan untuk pemenuhan janjinya.
Kewajiban penerima gadai:
Kewajiban penerima gadai diatur di dalam Pasal 1154, Pasal 1156 dan Pasal 1157 KUHPerdata, yaitu:
1.      menjaga barang yang digadaikan sebaik-baiknya;
2.      tidak diperkenankan mengalihkan barang yang digadaikan menjadi miliknya, walaupun pemberi gadai wanprestasi (Pasal 1154 KUHPerdata);
3.      memberitahukan kepada pemberi gadai (debitur) tentang pemindahan barang-barang gadai (Pasal 1156 KUHPerdata);
4.      bertanggung jawab atas kerugian atau susutnya barang gadai, sejauh hal itu terjadi akibat kelalaiannya (Pasal 1157 KUHPerdata).

Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan prestasinya dengan baik, seperti misalnya pemberi gadai tidak membayar pokok pinjaman dan sewa modalnya, maka lembaga pegadaian dapat memberikan somasi kepada pemberi gadai agar dapat melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang dijanjikan. Apabila somasi itu telah dilakukan selama 3 (tiga) kali dan tidak diindahkannya, maka lembaga pegadaian dapat melakukan pelelangan terhadap benda gadai.

E. Prosedur Dan Syarat-Syarat Pemberian dan Pelunasan Pinjaman Gadai
            Setiap nasabah atau pemberi gadai yang ingin mendapatkan pinjaman uang dari lembaga pegadaian, nasabah tersebut harus menyampaikan keinginan kepada penerima gadai dengan menyerahkan objek gadai kepada penaksir gadai. Peneksir gadai merupakan orang yang ditunjuk oleh lembaga pegadaian untuk menafsir objek gadai, yang meliputi kualitas barang gadai, bratnya, dan besarnya nilai taksiran dan nilai pinjamannya. Penaksir gadai ini melakukan aktivitas-aktivitas seperti berikut:
·         menerima barang jaminan dari nasabah dan menetapkan besarnya nilai taksiran dan uang pinjamannya. Besarnya nilai pinjaman ini bervariasi dan ini tergantung golongannya. Golongan A, maka jumlah pinjaman yang diberikan sebesar 91% dari nilai taksiran, golongan B, C dan D adalah sebesar 89% dari nilai taksiran. Penaksiran harga barang tersebut mengacu pada harga pasar setempat;
·         mencatat nilai taksiran dan uang pinjaman pada Buku Taksiran Kredit (BTK), dan menerbitkan surat bukti kredit (SBK);
·         SBK dibuat rangkap 2 dan didistribusikan sebagai berikut :
a.      Lembar pertama diserahkan kepada nasabah
b.      Kiter tengah atau lembar kedua ditempelkan pada barang jaminan;
c.       Kiter dalam serta badan lembar kedua dikirim ke kasir.

Setelah barang jaminan selesai ditaksir oleh penafsir gadai, langkah selanjutnya menyerahkannya kepada kasir. Kegiatan kasir adalah:
ü  Menerima SBK, lembar 1 dari nasabah dan SBK dwilipat dari penaksir, selanjutnya memeriksa keabsahannya;
ü  Menyiapkan pembayaran, membubuhakan paraf dan tanda bayar pada SBK asli dan lembar kedua. SBK lembar pertama (asli) berserta uangnya diserahkan kepada nasabah;
ü  SBK lembar kedua didistribusikan sebagai berikut:
a.      Badan SBK diserahkan ke bagian administrasi/pegawai pencatat buku kredit dan pelunasan;
b.      Kitir bagian dalam SBK sebagai dasar pencatatan ke Laporan Harian Kas (LHK)
Di samping kedua bagian tersebut, pada lembaga pegadaian juga terdapat pelaksana, yaitu bagian administrasi dan bagian gudang. Tugas bagian administrasi, yaitu:
·         Mencatat semua tranksaksi pemberian kredit semua golongan berdasarkan badan SBK yang diterima dari kasir dalam kas kredit (KK), selanjutnya dibukukan ke:
a.      Buku kredit dan pelunasan (BKP), rangkap 2 (karbonais);
b.      Buku kas (BK) lembar 1 dengan lampiran kas kredit (KK) lembar pertama dilampiri asli rekapitulasi kredit ke kantor daerah.
·         Pada akhir tutup kantor, berdasarkan badan SBK dan BKP buat rekapitulasi kredit (RK) dan dicatat pada ikhtisar kredit dan pelunasan (IKP).
Tugas bagian gudang adalah:
ü  Menerima barang jaminan yang telah ditempelkan kitir SBK bagian tengah dan diluar dari penaksir dan BKP lembar 2 (karbonais) dari bagian administrasi;
ü  Cocokan barang jaminan yang telah ditempelkan kitir SBK bagian tengah dan luar dengan BKP lembar 2 (karbonais).

            Apabila telah sesuai antara barang jaminan yang diterima hari itu denagn BKP lembar 2 (karbonais); selanjutnya dicatat dalam buku gudang. Prosedur yang ditempuh untuk pelunasan pinjaman gadai adalah sebagai berikut. Nasabah menyerahkan SBK kepada pegawai penghitung sewa modal. Pegawai ini bertugas untuk:
·         Memeriksa keabsahan SBK asli dari nasabah, menghitung sewa modalnya dan mencantumkannya pada badan SBK disertai parafnya, dan
·         Menyerahkan kembali SBK yang telah dihitung sewa modalnya kepada nasabah.
Setelah dari bagian pegawai penghitung sewa modal, nasabah menyerahkan SBK kepada kasir. Kasir ini bertugas untuk:
ü  Memeriksa keabsahan SBK asli tentang perlengkapan data dan keabsahannya;
ü  Menerima pembayaran dari nasabah (pokok pinjaman dan sewa modalnya);
ü  Membubuhkan cap lunas dan member paraf pada badan SBK dan kitir-kitirnya;
ü  Mendistribusikan SBK tersebut, sebagai berikut:
a.      Kitir bagian dalam SBK disimpan dan dasar pencatatan pada laporan harian kas;
b.      Badan SBK diserahkan kepada bagian administrasi sebagai dasar pencatat pada buku kredit dan pelunasan;
c.       Kitir luar diserahkan kepada nasabah untuk pengambilan barang jaminan dari penyimpan/pemegang gudang sebagi dasar mengeluarkan barang jaminan;
Tugas bagian administrasi adalah:
·         Mencatat setiap transaksi pelunasan atas dasar barang SBK badan yang diterima dari kasir, sesuai dengan golongan dan bulan kreditnya pada buku kredit dan pelunasan, kas debit, rangkap 2, selanjutnya pada akhir jam kerja dibukukan dalam:
a.      Buku kas rangkap 2;
b.      Buku kontrol pelunasan;
c.       Ikhtisar kredit dan pelunasan.
·         Setiap minggu buku kas lembar 1 dengan lampiran kas debit lembar 1 diteruskan ke kantor kas daerah.
·         Buku kas lembar 2 dengan lampiran kas debit lembar pertama dan arsip untuk kantor cabang;
·         Membuat rekapitulasi pelunasan selanjutnya setiap akhir jam kerja dicocokkan denagn buku gudang di bagian gudang.
Tugas bagian gudang:
ü  Menerima kitir SBK bagian tengah dari kasir sebagai dasar mengambil barang jaminan yang ditebus;
ü  Mencocokkan nomor kitir luar yang diterima dari nasabahdan nomor kitir tengah yang diterima dari kasir denagn nomor barang jaminan yang ditebus;
ü  Apabila telah sesuai, menyerahkan barang jaminan kepada nasabah;
ü  Atas dasar SBK bagian tengah dan luar dicatat dalam buku gudang.

F. Hapusnya Gadai
            Hapusnya gadai telah ditentukan di dalam Pasal 1152 KUHPerdata san Surat Bukti kredit (SBK). Di dalam Pasal 1152 KUHPerdata ditentukan dua cara hapusnya gadai, yaitu:
1.      Barang gadai itu hapus dari kekuasaan pemegang gadai; dan
2.      Hilangnya barang gadai atau dilepaskan dari kekuasaan penerima gadai surat bukti kredit.
Menurut Ari Hutagalung bahwa ada lima cara hapusnya hak gadai, yaitu:
1.      Hapusnya perjanjian pokok yang dijamin dengan gadai;
2.      Terlepasnya benda gadai dari kekuasaan penerima gadai;
3.      Musnahnya barang gadai;
4.      Dilepaskannya benda gadai secara sukarela;
5.      Pencampuran (penerima gadai menjadi pemilik beda gadai)
(Ari S. Hutagalung, 2000:17)

G. Pelelangan Barang Gadai
            Sejak terjadinya perjanjian gadai antara pemberi gadai dan penerima gadai, maka sejak itulah timbul hak dan kewajiban para pihak. Kewajiban pemberi gadai adalah membeyar pokok pinjaman dan bunga sesuai dengan yang ditentukan oleh penerima gadai. Di dalam surat bukti kredit (SBK) telah ditentukan tanggal jatuh temponya atau tanggal pemberian kredit. Di samping itu, di dalam surat bukti kredit telah ditentukan syarat, yaitu:
“Jika sampai dengan tanggal jatuh tempo pinjaman tidak dilunasi/diperpanjang, maka barang jaminan akan dilelang pada tanggal yang sudah ditentukan.”
            Tanggal jatuh tempo denagn tanggal pelelangan barang jaminan adalah berbeda. Tenggang waktu antara tanggal jatuh tempo dengan tanggal pelelangan barang jaminan adalah 20 hari. Ini diberikan untuk memberikan kesempatan kepada emberi gadai untuk melunasi pinjaman bunga pokok kredit. Apabila pada tanggal pelelangan itu, pemberi gadai tidak melaksanakan kewajibannya, maka barang jaminan tersebut akan dilelang oleh penerima gadai. Ketentuan tentang lelang ini diatur dalam Pasal 1155 KUHPerdata. Cara melakukan penjualan barang gadai adalah dilakukan di hadapan umum menurut kebiasaan setempat dan persyaratan yang lazim. Untuk barang-barang dagangan atau efek, maka penjualan dapat dilakukan di tempat itu juga, asalkan dengan perantara dua orang makelar yang ahli dalam bidang itu. Tujuan penjulan di depan umum agar jumlah hutang, bunga, dan biaya yang dikeluarkan dapat dilunasi dengan penjualan tersebut. Apabila ada kelebihan dari penjualan barang tersebut, uang sisanya dikembalikan kepada pemberi gadai.
Pelelangan dilakukan apabila terjadi hal-hal berikut:
a.      Pada saat masa pinjaman habis atau jatuh tempo, nasabah tidak bisa menebus barang yang digadaikan dan membayar kewajiban lainnya karena berbagai alasan.
b.      Pada saat masa pinjaman habis atau jatuh tempo, nasabah tidak memperpanjang batas waktu pinjamannya karena berbagai alasan.
Hasil pelelangan akan digunakan untuk melunasi seluruh kewajiban nasabah kepada perum pegadaian yang terdiri  dari:
 a. pokok pinjaman;
b. sewa modal atau bunga;
c. biaya lelang.



Bab III
KESIMPULAN
Dari makalah tersebut kita dapat menarik kesimpulan bahwa gadai terjadi karena adanya unsur-unsur timbulnya hak debitur yang disebabkan perikatan utang-piutang, dan adanya penyerahan benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud sebagai jaminan yang diberikan oleh kriditur. Obyek dari gadai adalah benda bergerak berwujud dan tidak berwujud dan yang menjadi subyek dari hak gadai adalah penerima hak gadai (debitur) dan pemberi hak gadai (kreditur), dan secara hukum orang yang tidak cakap dalam perbuatan hukum tentu saja tidak bisa melakukan hubungan hukum gadai. Untuk menjaminnya agar gadai bisa dilaksanakan secara benar,yaitu melaksanakan hak dan kewajiban dengan baik, sehingga tidak terjadi sengketa dikemudian hari tentu saja si penerima gadai harus memahami dan melaksanakan kewajibannya, agar tidak terjadi pelelangan barang jaminan dan sipemberi gadai harus juga mengerti apa yang manjadi hak si penerima gadai.
Demikian makalah tentang “Gadai” ini dibuat, semoga dapat berguna dan bermanfaat buat kita semua.
















Daftar Pustaka
Salim HS, H. 2004. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Soebekti, R. 1991. Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Saliman, Abdul R. 2005. Hukum Bisnis untuk Perusahaan Teori dan Contoh. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Istiqomah, Liliek. 1982. Hak Gadai atas Tanah sesudah berlakunya Hukum Agraria Nasional. Surabaya: Usaha Nasional.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian.